Teori-Teori Ilmu Jiwa dan Ilmu Bahasa
Jika dilihat dari segi teori ilmu
jiwa, Mazhab Behavoirisme banyak diterapkan pada pendidikan jenjang SD dab SMP.
Dalam hal ini guru sangat dominan karena dialah yang memilih bentuk stimulus,
memberikan ganjaran dan hukuman, memberikan penguatan dan menentukan jenisnya,
dan dia pula yang memilih buku, materi, dan cara mengajarkannya, bahkan
menentukan bentuk jawaban atas pertanyaan yang diajukan kepada pembelajar.
Mazhab ini juga tidak mempedulikan psikologi siswa dan hanya terpaku pada hasil
pembelajaran. Teori ini meyakini bahwa lingkungan berpengaruh, yaitu dengan
terus menerus memberikan materi-materi, kegiatan latihan, dan drill akan
menghasilkan kemampuan yang sesuai dengan apa yang menjadi tujuannya. Memang
cukup tepat menerapkan mazhab ini pada jenjang SD dan SMP karena mental mereka
lebih cocok untuk menerima mazhab ini. Namun, hal ini akan membuat siswa
menjadi pasif karena siswa hanya akan merespon jika ada stimulus. Akhirnya
siswa pun tidak bisa mengembangkan dirinya sendiri.
Sedangkan Mazhab Kognitive
seringkali diterapkan di pendidikan jenjang SMA dan Universitas. Pada jenjang
SMA mulai memperhatikan kondisi psikologi siswa, tidak lagi berpusat pada
eksternal namun internalnya. Berbeda dengan mazhab Behavoirisme, mazhab ini
lebih mengutamakan pada proses pembelajaran bukan hasil pembelajaran. Pada
mazhab ini pembelajar dituntut untuk aktif sehingga tercipta interaksi
lingkungan. Walaupun keaktifan pembelajar cenderung lebih terlihat pada jejang
Universitas daripada SMA, tetapi setidaknya pada jenjang SMA sudah mulai
membiasakan siswanya aktif sehingga siswa pun dapat mengembangkan potensi yang
ada pada dirinya. Bisa dikatakan pada mazhab ini tidak lagi berpusat pada guru
namun berpusat pada siswa. Mazhab ini memang sesuai digunakan pada jenjang SMA
dan Universitas karena mental mereka sudah cukup untuk mengeksplorasikan diri
dan berperan aktif dalam pembelajaran.
Adapun Mazhab Nativisme atau
Humanisme jarang digunakan. Hal ini mungkin karena mazhab ini berpandangan
bahwa karakter atau watak siswa sudah terbentuk atau ditentukan sejak lahir
sejak lahir. Sehingga lingkungan kurang berpengaruh dalam pembelajaran.
Jika dilihat dari segi teori-teori
ilmu bahasa, aliran Struktural yang dipelopori Swiss Ferdinand de Saussure
cenderung lebih banyak digunakan di jenjang SD dan SMP. Dalam aliran ini
gurulah yang menjadi peran utama. Guru memberikan latihan yang kemudian dihafal
dan diulang secara intensif. Aliran ini juga lebih memberikan perhatian besar
kepada wujud luar dari bahasa, yaitu: pengucapan yang fasih, ejaan dan
pelafalan yang akurat, struktur yang benar, dan sebagainya. Aliran ini sejalan
dengan mazhab Behaviorisme dan menjadikan Audiolingual sebagai landasan dalam
pengajaran bahasa.
Sedangkan aliran
Generatif-Transformasi lebih sering digunakan dalam proses pembelajaran pada
jenjang SMA dan Universitas. Dalam aliran ini kemampuan berbahasa tidak hanya
diperoleh melalui kebiasaan yang ditunjang dengan latihan dan penguatan,
melainkan beranggapan bahwa kemampuan berbahasa adalah sebuah proses kreatif.
Sehingga pembelajar tidak hanya berpaku pada apa yang diberikan guru namun
pembelajar bisa berkreatif dalam mengasah kemampuan berbahasanya. Pembelajar juga
bisa mengkreasi ujaran-ujaran dalam situasi komunikatif yang sebenarnya, bukan
hanya sekedar menirukan dan menghafal. Aliran ini sangat tepat diterapkan pada
jenjang SMA dan Universitas, karena itulah aliran ini lebih banyak diterapkan
pada jenjang tersebut. Pembelajar tingkat SMA dan Universitas lebih memungkinkan untuk
mengkreatifkan diri. Dapat dikatakan aliran ini sejalur atau sejalan dengan
mazhab Kognitif yang lebih memusatkan pada internal bukan eksternalnya. Aliran
ini lebih memandang kondisi psikologi pembelajar sehingga pembelajar dapat
mengembangkan potensinya dengan baik.
0 komentar:
Posting Komentar