Segudang Unek-unek pun Tersampaikan
Oleh: Isma Az-Zaiinh
“Di mana bumi dipijak, di situ langit
dijunjung.” Di bawah lampu temaran aula putra dan putri, kata bijak itu dilontarkan
Bu Lurah Pondok Pesantren Durrotu Ahlissunnah Waljama’ah dalam acara ‘Sharing-sharing
with Pengurus’ pada Rabu malam (05/2).
Menurutnya setiap tempat mempunyai aturan
masing-masing. Tak terkecuali Pondok Pesantren Durrotu Ahlissunnah Waljama’ah
yang menyuguhkan sederet peraturan untuk para santri guna ditaati, bukan
dilanggar. Entah itu peraturan tertulis maupun peraturan yang tidak tertulis.
Demikianlah kiranya makna dari peribahasa yang ia sampaikan di awal acara
tersebut.
Melalui acara ini pengurus bermaksud
menciptakan sebuah wadah untuk menampung unek-unek seluruh santri. Dengan
begitu pengurus akan lebih tahu apa keinginan santri dan bisa memikirkan
pemecahannya serta merealisasikannya. Selain itu dengan adanya acara ini juga
diharapkan antarsantri dan pengurus dapat lebih saling mengenal dan memahami
sehingga tidak tercipta kesenjangan melainkan kekeluargaan yang kental.
“Acara ini bagus. Bisa saling berbagi
unek-unek, lebih memahami antar pengurus dan santri.” ucap Umi, mahasiswi PKK
Tataboga, kala ia ditanya pendapatnya mengenai acara tersebut. Rupanya ia
mempunyai pemikiran yang sejalan dengan tujuan awal diadakannya acara ‘Sharing-sharing
with Pengurus’.
Berbeda dengan Umi, Miss X (nama samaran),
menyebutkan bahwa acara ini terlalu menyita waktu karena kurang dikonsep dengan
baik sejak awal. Ia juga mengatakan harusnya para santri diberi pemberitahuan
dulu jadi sudah menyiapkan apa yang akan disampaikan. Selain itu hendaknya
pertanyaan ditampung kemudian dikelompokan yang sama baru dijawab secara
langsung agar tidak terjadi pengulangan pembahasan unek-unek yang sama. Ia juga
menambahkan hendaknya waktu dibatasi setiap pembahasan unek-unek perkamar.
Terlepas dari pendapat Miss X, acara ‘Sharing-sharing
with Pengurus’ tersebut berjalan cukup lancar. Tepat pukul 20: 15 acara pun
dimulai dengan diawali penyampain unek-unek dari kamar Ar-rahman dan
dilanjut tanggapan dari para pengurus. Begitu seterusnya hingga setiap kamar
mendapat kesempatan untuk menyampaikan unek-uneknya. Pembahasan demi pembahasan
terus mengalir seiring jarum jam yang tak berhenti berdetik. Seumpama air yang
memancar setelah sekian lama tersumbat.
Setiap departemen pengurus pun mendapat masukan-masukan
yang terlontar dari para santri. Di antaranya mengenai sistem penggembokan yang
kurang efektif, piring yang menumpuk di gedung barat, peralatan KLH yang kian
menghilang, jam malam yang tak diindahkan, presensi malam yang sering
terabaikan, takziran untuk denda kepulangan, sikap pengurus yang kurang
menyenangkan, salat jamaah yang sering ditinggalkan, presensi Bandongan
yang menimbulkan ketidakjelasan, lorong dan rak sepatu yang berantakan, hingga
werog yang tak absen untuk berkeliaran.
Semakin malam pembahasan semakin dalam dan
memanas. Terlebih kala ada santri yang turut menyanggah tanggapan dari
pengurus.
“Seharusnya dibuat tim khusus buat werog” ucap
Intan, mahasiswi semester 4 Program Pascasarjana UNNES yang membuat seisi aula
gempar dengan gelak tawa para santri. Setidaknya hal ini mampu meredam suasana
yang kian memanas.
Sebagaimana harapan para santri yang lain,
Suci, Mahasiswi Prodi Pendidikan Bahasa Arab ini berharap dengan diadakannya
acara ini akan menghasilkan solusi atau kebijakan baru yang enak bagi pengurus
maupun santri.
Berbeda dengan Suci, Intan berharap pengurus
bisa lebih memperbaiki diri, yakni menjadi tauladan bagi santri lain. Selain
itu ia juga berharap seluruh santri Pondok Pesantren Durrotu Ahlissunnah
Waljama’ah bisa lebih memiliki kesadaran untuk menjaga kebaikan pondok dan
tidak mengedepankan keegoisan tetapi menjalin kekeluargaan.
Jarum jam menunjukan waktu pukul 23: 46 kala
acara ini ditutup dengan pembacaan doa bersama. Terlihat satu persatu santri
bangkit dengan raut muka yang sedikit menahan kantuk.
0 komentar:
Posting Komentar