Senin, Februari 24, 2014

OPINI


Satu Burung di Tangan Lebih Berharga daripada Seribu Burung di Angkasa
Oleh: Isma Az-Zaiinh

Rabu, 19 Februari 2014 aku dan kakakku pergi ke salah satu super market di kota Tegal. Setelah memarkirkan motor kami pun berjalan beriringan masuk ke super market. Bingung mau mulai dari mana. Akhirnya kami pun naik lift dan langsung ke lantai atas. Aku pun berinisiatif mengajak kakakku ke toko buku yang ada di super market itu. Kesalahan pertama, yaitu kami pergi tanpa tujuan, akhirnya kami pun bingung apa yang akan kami beli. Setelah muter-muter sekitar satu jam, lihat sana, lihat sini kemudian pandanganku pun tertumbuk pada sebuah jam tangan mungil berwarna putih dengan tali kecil. Cantik. Ada daun kecil di samping jarum jam itu yang membuatnya terlihat lebih cantik. Setelah meminta persetujuan kakak akhirnya aku pun membeli jam tangan itu. Kami pun berjalan ke kasir dan terjadilah trouble. Jam tangan itu tak terdeteksi harganya, kami pun menunggu lama. Jenuh juga kemudian kakakku bilang, “Cancel aja deh, nyari di tempat lain juga banyak.” Kesalahan kedua, entah kenapa dengan patuhnya aku pun mengikuti sarannya. Kami bertolak ke super market lain. Setelah satu jam mencari, nihil. aku tidak menemukan yang lebih bagus atau setidaknya sama bagus. Aku pun mengajak kakakku kembali ke saper market yang tadi tapi kakakku tidak mau. Kami pun pulang. Akhirnya sepanjang jalan aku menyesali kenapa tadi tidak beli saja jam tangan itu.
Kejadian ini mengingatkanku tetang sebuah kisah. Suatu hari ada seorang kyai yang menyuruh kepada santrinya untuk mengambil bunga yang paling indah di sebuah taman, tapi syaratnya santri tersebut tidak boleh berbalik arah. Kemudian santri itu melaksanakan perintah sang kyai dan kembali ke kyai tersebut dengan tangan kosong. Sang kyai pun bertanya kenapa ia tak membawa bunga. Santri itu menjawab, “Saya sudah menemukan bunga yang paling indah, namun saya tidak langsung mengambilnya, saya terus berjalan barangkali di depan sana saya menemukan yang lebih indah. Tetapi saya tak menemukan bunga yang seindah bunga itu.”
Dari kisah ini kita bisa melihat bagaimana sifat manusia itu tidak mudah puas. Selalu ingin mengharap lebih. Lupa dengan apa yang ada di hadapan dan silau dengan angan-angan. Bukankah lebih arif jika kita mensyukuri apa yang berada di genggaman. menyikapinya sebagai bentuk pemberian Allah yang terbaik untuk kita. Belum tentu yang di luar sana lebih baik karena apa yang menurut kita baik belum tentu itu baik di mata Allah. Begitulah manusia, seringkali kita terlalu sibuk menyesali apa yang belum kita miliki dan lupa mensyukuri apa yang telah kita miliki.


0 komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogroll

About